Peningkatan Sumber Daya Manusia dengan Pendidikan Formal untuk mencapai Target Indonesia sebagai Kiblat Fesyen Muslim pada tahun 2020

ARTIKEL 4

Oleh : Isti’ana Aslamatunisa (Staf Departemen Riset dan Pengembangan SEF UGM, Akuntansi UGM 2016)
Industri pakaian muslim beberapa tahun ini telah mengalami perkembangan di Indonesia. Berdasarkan sejarah, Indonesia mengalami keadaan di mana menggunakan kerudung tidak diizinkan pada pemerintahan Soeharto. Namun, pada tahun 2000-an, tren menggunakan hijab dan kerudung sudah mulai berkembang. Pada saat ini, hampir 70% dari wanita Indonesia telah menggunakan hijab dan kerudung dengan berbagai varian produk, sedangkan 10% dari wanita Indonesia telah menggunakan kerudung syar’i (Global Business Guide Indonesia 2016). Perkembangan menggunakan hijab lebih banyak diikuti oleh kalangan muda, meskipun tak menutupi beberapa kalangan wanita dewasa juga mengkuti tren ini (Vivanews via Kementrian Perindustrian t.thn.).

Indonesia Islamic Fashion Consortium (IIFC) merencanakan pada tahun 2020, Indonesia dapat menjadi kiblat fesyen muslim dunia (Kementrian Perdagangan Republik Indonesia 2015). Hal ini disambut dengan baik oleh pemerintah yang optimis dalam mencapai target tersebut. Sejak merencanakan target tersebut, pada tahun 2010, industri ini telah mengalami perkembangan yang tercatat telah mengalami kenaikan sebesar 8,15% dari tahun 2011 hingga 2015. Sedangkan pada Mei 2016, ekspor busana muslim mencapai 1,7 miliar USD dengan berbagai tujuan negara muslim maupun non-muslim (Muslim Fashion Festival Indonesia 2017).

Indonesia memang memiliki peluang untuk dapat menjadi kiblat fesyen muslim dunia. Indonesia dapat mengembangkan berbagai variasi produk fesyen muslim sehingga produk yang bervariasi dapat memikat minat konsumen. Fesyen muslim Timur Tengah cenderung monoton hanya berwarna hitam, sedangkan fesyen di Negara Malaysia, Singapura, dan Brunei belum banyak variasi fesyen muslim seperti di Indonesia, serta di daerah Eropa dengan model fesyen yang cenderung menggunakan celana jeans, blus, dan scarf (Kementrian Perdagangan Republik Indonesia 2015). Hal tersebut menjadi peluang bagi Indonesia untuk menjadi kiblat fesyen dunia.

Daerah yang telah terkenal menjadi pusat fesyen dunia, salah satunya adalah Paris. Paris sudah mengembangkan fesyen sejak abad ke-17, di mana fesyen muncul dimulai dengan Louis XIV menyadari kebutuhan akan fesyen dan membentuk Asosiasi Perancis dengan fashion dan style (WhatParis 2011). Jika dilihat, di Indonesia perkembangan fesyen muslim juga berkembang karena sadarnya masyarakat akan kebutuhan fesyen muslim sehingga membentuk banyak perkumpulan dan acara-acara di bidang ini. Baik di Paris maupun di Indonesia, setelah perkembangan kebutuhan tersebut lalu diikuti dengan banyaknya desainer yang bermunculan. Namun, di Paris, desainer yang mumpuni dapat dicetak dari sekolah-sekolah yang khusus menyediakan studi di bidang fesyen. Beberapa sekolah fesyen yang terkenal di Paris adalah ESMOD, Paris College of Art, Studi Bercot, dan lain-lain (Grant 2016).

Di Indonesia, desainer yang bermunculan tidak banyak yang benar-benar memang memiliki keinginan untuk memperdalam bidang fesyen muslim ini. Kebanyakan dari mereka hanya mengikuti tren yang ada atau hanya sekedar hobi saja. Meskipun tak menutupi diantaranya banyak yang memiliki potensi di bidang fesyen ini (Kementrian Perdagangan Republik Indonesia 2015). Ali Charisma, National Chairman Indonesian Fashion Chamber (IFC), yang dikutip dari artikel Vivanews, ia menyatakan, “Khususnya, desainer dan brand sangat susah diukur karena mereka kebanyakan otodidak, tidak keluar dari sekolah mode. Sekolah mode pun tidak terlalu banyak yang khusus busana muslim, akhirnya mereka belajar otodidak,”. Hal tersebut mengakibatkan banyak dari mereka tidak memiliki kontrol dan tidak terarah (Ernawati dan Permatasari 2017). Menyikapi hal tersebut, beberapa asosiasi seperti IFC, Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), dan lainnya, mengadakan pelatihan yang diadakan mandiri dan dari pemerintah, maupun acara-acara fesyen untuk meningkatkan kualitas produk fesyen muslim. Namun, hal tersebut hanya sebagian besar dapat meningkatkan kemampuan desain. Sedangkan kemampuan yang dibutuhkan tidak hanya dalam bidang mendesain, tetapi segala kemampuan dari hulu ke hilir di bidang fesyen muslim.

Jika dibandingkan dengan Paris, Sumber Daya Manusia (SDM) yang dicetak di sana bukan hanya seorang desainer, tetapi banyak diantaranya mulai dari kemampuan dalam bidang tekstil, pemasaran, dan lain-lain. Industri fesyen memang bukan hanya mengenai sang desainer, di samping itu masih banyak sumber daya yang dibutuhkan seperti SDM yang ahli dalam bidang tekstil dan bahan baku, ahli dalam teknik menjahit, ahli dalam bidang teknologi industri fesyen, serta ahli dalam bidang pemasaran produk fesyen. Fesyen muslim sendiri memiliki perhatian khusus, di mana produk fesyen yang harus diciptakan sesuai dengan mode atau tren terkini dan sesuai dengan hukum syariah.

Dapat dikatakan, bahwa Paris tetap dapat berkembang menjadi salah satu daerah pusat dari fesyen dunia karena sumber daya manusianya yang mencukupi. Maka, salah satu masalah yang harus diselesaikan untuk mencapai Indonesia sebagai pusat fesyen muslim dunia adalah memepersiapkan sumber daya manusia yang memumpuni.

Di Indonesia sendiri, kebanyakan streotype masyarakat masih memandang rendah sekolah dalam bidang seni, khususnya di bidang fesyen. Sehingga tidak banyak sekolah seni yang dapat bertahan. Jika dicari dalam pangkalan data Kemenristekdikti dengan kata kunci “tata busana”, maka akan muncul 25 nama sekolah dengan program studi tata busana dengan delapan diantaranya sudah tutup atau tidak aktif, satu sedang alih bentuk, satu sedalam pembinaan, dan sisanya program studi aktif. Selain itu, beberapa sekolah fesyen dunia yang ternama sudah mulai membuka cabang sekolah di Indonesia, seperti ESMOD Jakarta, Bunka School of Fahsion dari Tokyo, Jepang, dan Sekolah Tinggi Desain La Salle dari Quebec, Australia. Sedangkan kebanyakan di Indonesia pendidikan fesyen dibuka oleh pihak swasta, dan beberapa berupa kursus dan pelatihan yang termasuk ke dalam pendidikan non-formal.

Baik sekolah fesyen dunia yang berada di Indonesia, sekolah tinggi fesyen swasta dan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LPK) memiliki biaya yang cukup mahal di kalangan masyarakat. Hal tersebut sudah menjadi hal yang biasa karena keduanya memiliki fasilitas yang setidaknya lebih baik daripada sekolah tinggi negeri dengan jurusan yang hampir serupa. Meskipun LPK memiliki harga yang lebih rendah, tetapi kebanyak dari mereka hanya menekuninya berupa hobi saja.

Pendidikan formal dibutuhkan untuk membekali ilmu yang sesuai dan terarah. Selain itu, pendidikan formal dibutuhkan untuk membuka peluang agar keterampilan akan fesyen, khususnya fesyen muslim, semakin meningkat dengan mengikuti berbagai pagelaran. Pendidikan formal yang harus dipersiapkan bukan hanya kemampuan dalam bidang mendesain, tetapi di semua ranah kemampuan yang berhubungan dengan fesyen mulai dari pembuatan hingga pemasaran. Karena tantangan lainnya bagi Indonesia adalah efesiensi dan efektifitas dalam pengolahan produk fesyen, maka dibutuhkan SDM yang dapat mengelola bisnis fesyen supaya efektif dan efisien sehingga produk dapat dijual dengan harga bersaing di pasar dunia.

Pendidikan formal ini juga harus mendapat perhatian dari pemerintah, terutama untuk mengubah pandangan dari masyarakat untuk terjun bekerja di bidang fesyen ini. Selain itu, pemerintah harus siap dalam membentuk sekolah tinggi fesyen muslim dengan perbedaan dengan sekolah fesyen biasa adalah harusnya ada materi mengenai bagaiman seharusnya seseorang itu berpakaian sehingga produk fesyen muslim yang dicipatakan dapat mengandung nilai keindahan dan sesuai dengan hukum syariah.

Pembentukan pendidikan formal fesyen muslim dengan bantuan pemerintah, saat ini dirasa sangat perlu untuk mendukung pemenuhan kebutuhan SDM di bidang fesyen muslim. Keahlian yang harus dibentuk harus mencakup keseluruhan proses dalam penciptaan produk fesyen muslim hingga ke pemasaran.

Referensi :
Ernawati, Jujuk, dan Adinda Permatasari. Industri Fesyen Muslim Berkembang, Desainer Dadakan Menjamur. 02 03 2017. http://life.viva.co.id/news/read/889256-industri-fesyen-muslim-berkembang-desainer-dadakan-menjamur (diakses 05 20, 2017).
Global Business Guide Indonesia . Indonesia Aiming to be the Islamic Fashion Capital by 2020. 2016. http://www.gbgindonesia.com/en/manufacturing/article/2016/indonesia_aiming_to_be_the_islamic_fashion_capital_by_2020_11646.php (diakses 05 19, 2017).
Grant, Amelia W. The Top 100 Fashion Schools In The World: 2016 Ranking. 18 05 2016. http://ceoworld.biz/2016/05/18/top-100-fashion-schools-world-2016-ranking (diakses 05 20, 2017).
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Fesyen Muslim Indonesia. Jakarta: Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2015.
Muslim Fashion Festival Indonesia. Menuju Muslim Fashion Festival (MUFFEST) Indonesia 2017: Gerakan Kolektif untuk Menjadi Pusat Fashi. 2017. http://muslimfashionfestival.com/detail-news/16 (diakses 05 19, 2017).
Vivanews via Kementrian Perindustrian. Mimpi Indonesia : Kiblat Fashion Muslim Dunia. t.thn. http://www.kemenperin.go.id/artikel/4051/Mimpi-Indonesia:-Kiblat-Fashion-Muslim-Dunia (diakses 05 19, 2017).
WhatParis. A History of Fashion in Paris. 2011. http://www.whatparis.com/paris-fashion.html (diakses 05 20, 2017).

Scroll to Top