Bulaksumur, Yogyakarta–Pada Jumat, 18 September 2015 pukul 16.00, KSEI SEF UGM telah mengadakan Kajian Kontemporer (Kakon) 3 dengan mengangkat tema Financial Inclusion: An Islamic Economics Perspective. Kakon tersebut bertempat di Ruang Audio Visual FEB UGM dengan pembicara Akhmad Akbar Susamto, S.E., M.Phil., Ph.D. (Dosen FEB UGM, Peneliti di Center of Reform On Economic Indonesia), yang dimoderatori oleh Shufi Al Ichsanu Brata (Asisten Peneliti di Sharia Corner FEB UGM). Tema yang diangkat kali ini terbilang menarik, karena sedang menjadi isu yang cukup hangat, khususnya di kalangan aktivis Ekonomi Islam.
Pembicara memaparkan, bahwa pada awal kemunculannya, financial inclusion (inklusi keuangan) belum menjadi bahan kajian yang serius, dan itu pun bermula dari kajian para ahli geografi. Para ahli geografi saat itu membahas mengenai akses masyarakat terhadap keuangan. Dalam dua dekade sebelumnya, tidak banyak publikasi ilmiah internasional yang membahas mengenai financial inclusion. Hanya didapati setidaknya 21 paper yang membahas hal tersebut. Waktu terus bergulir, seiring dengan meluasnya aktivitas kajian-kajian ilmiah di berbagai negara, wacana financial inclusion telah menarik perhatian para ekonom, sehingga menjadi bahan diskusi yang menarik untuk dikaji di bidang ekonomi. Diskusi dan kajian terkait financial inclusion pun akhirnya meluas ke berbagai tempat. Hingga 2015 ini telah ada sekitar 11.400 paper yang membahas topik terkait financial inclusion.
Wacana financial inclusion bergulir bak “bola salju”. Merebaknya wacana ini dalam pembahasan para ekonom tidak berhenti pada tataran diskusi dan kajian, melainkan mulai dicoba untuk diimplementasikan. Berbagai negara di dunia mulai “ikut-ikutan” mengadopsi financial inclusion dalam kebijakan negaranya. Tidak berhenti sampai di sana, mereka mencoba mengembangkan financial inclusion di kalangan masyarakatnya. Tidak hanya negara saja, bahkan lembaga keuangan internasional sekelas IMF dan Bank Dunia mulai menjadi central promote untuk mempromosikan financial inclusion.
Perkembangan kajian ekonomi dunia tidak bisa dipisahkan dari perkembangan kajian Ekonomi Islam. Seiring dengan meluasnya diskusi dan kajian Ekonomi Islam, beberapa pemikir Ekonomi Islam mulai melirik financial inclusion sebagai bahan yang menarik untuk dikaji. Maka kemudian dapat disaksikan kemunculan seminar-seminar, diskusi-diskusi, hingga paper-paper yang mencoba mengaitkan financial inclusion dengan Ekonomi Islam. Secara perlahan, fenomena tersebut menunjukkan mulai adanya keberpihakan para pemikir tersebut terhadap financial inclusion. Fenomena itu berlanjut dengan mulai munculnya literatur Ekonomi Islam yang mengaitkan pentingnya financial inclusion dengan pertumbuhan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
Melihat sepak terjang financial inclusion yang mendunia, mungkin menimbulkan pertanyaan, sebenarnya apa yang dimaksud dengan financial inclusion? Dalam banyak literatur, financial inclusion didefinisikan sebagai proporsi individu dan perusahaan yang terlibat atau menggunakan layanan keuangan. Bertolak dari definisi ini, para pemikir Ekonomi Islam yang pro terhadap financial inclusion beralasan bahwa dalam Islam sangat penting adanya social justice dan sharing resources, sehingga penting adanya financial inclusion tersebut. Menanggapi hal ini, Pembicara yang juga merupakan aktivis pemikir Ekonomi Islam berkomentar bahwa financial inclusion justru tidak bisa dikaitkan dengan sharing resources dan social justice, dan kalau pun bisa dikaitkan, maka kaitannya tidak secara langsung atau sangat jauh.
Pembicara menambahkan, bahwa dalam kacamata Islam, financial inclusion bukan merupakan hal yang tepat. Merebaknya dukungan beberapa pemikir Ekonomi Islam terhadap financial inclusion terkesan merupakan suatu “kelatahan”. Seringkali financial inclusion dikaji langsung dalam kacamata Ekonomi Islam tanpa mengkaji lebih dalam Ekonomi Islam itu sendiri, padahal financial inclusion merupakan hal baru yang belum tentu sesuai dengan Ekonomi Islam itu sendiri.
Pada akhir pemaparannya, Pembicara berpesan kepada para cendekiawan muda, khususnya yang tertarik mengembangkan Ekonomi Islam, agar lebih giat belajar, lebih banyak membaca, dan memandang sesuatu secara komprehensif, untuk menghindari “kelatahan” yang mungkin sempat menghinggapi beberapa pemikir Ekonomi Islam. Pembicara juga mengapresiasi diskusi-diskusi yang berkembang terkait financial inclusion dan Ekonomi Islam, hanya saja hendaknya hal tersebut harus didiskusikan berbeda, harus lebih kritis.
Media and Information Bureau
Shariah Economics Forum
Universitas Gadjah Mada