Oleh : Hanif R Wijajna (Wakil Kepala Departemen Riset dan Pengembangan)
Dewasa ini, perkembangan umat Islam di dunia semakin berkembang pesat. Indonesia sendiri merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Berdasarkan catatan The Pew Forum on Religion & Public Life pada 2010, persentase penduduk Muslim di Indonesia mencapai hingga 12,7 persen dari populasi dunia. Dari 205 juta penduduk Indonesia, dilaporkan sedikitnya 88,1 persen beragama Islam. Tingginya angka penduduk Muslim di Indonesia tentu saja berpengaruh terhadap tata kehidupan dan budaya masyarakat Indonesia. Banyak perilaku berkehidupan masyarakat Indonesia yang mengandung nilai-nilai Islam. Salah satu ajaran Islam yang telah berkembang dan kita kenal adalah wakaf.
Wakaf menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 adalah perbuatan hukum waqif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut shariat. Dalam ekonomi Islam, wakaf menjadi salah satu alternatif penghimpunan dana masyarakat selain zakat, infaq, sadaqah, dan sebagainya. Sayangnya, pembahasan serta pengaplikasian wakaf di masyarakat terutama di Indonesia selama ini masih terbatas wakaf konvensional seperti wakaf tanah untuk pembangunan, masjid, mushola, makam dan tempat-tempat lain yang kurang produktif.
Padahal jika kita menyoroti kondisi Indonesia sekarang, terdapat potensi wakaf yang sangat besar di dalam masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Sistem Informasi Wakaf Kementerian Agama RI Januari 2016 ada 38.930,54 hektare tanah wakaf yang tersebar di 238.711 lokasi di Indonesia. Dari total keseluruhan luasan, sebanyak 67,58 persen di antaranya sudah bersertifikat. Mengenai luas tanah wakaf, Provinsi Sumatra Utara dan Aceh memiliki tanah wakaf terluas, masing-masing 7.202,14 hektare dan 7.135,93 hektare. Sementara dari sebaran lokasi, Provinsi Jawa tengah memiliki sebaran tanah wakaf terbanyak, yaitu 72.500 lokasi. Untuk penggunaan tanah wakaf di Indonesia sendiri, mayoritas tanah wakaf masih digunakan untuk masjid yakni sebesar 43,69 persen, selanjutnya dimanfaatkan menjadi mushala sebanyak 30,15 persen, dan yang terakhir untuk membangun sekolah sekitar 10,59 persen (Republika, 2016)
Dalam pengelolaan wakaf produktif sendiri, Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara tetangganya yakni Singapura dan Malaysia. Untuk Singapura misalnya, melalui Warees Investment yaitu sebuah perusahaan yang seluruh sahamya dimiliki Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS), umat Islam di negara itu mempunyai aset wakaf produktif yang luar biasa berupa 30 perumahan, 12 gedung apartmen dan perkantoran , serta 114 ruko (Kemenag, 2015). Manfaat ekonomis dari wakaf produktif tersebut dapat digunakan untuk membiayai operasional masjid, madrasah, program beasiswa dan masih banyak lagi. Sedangkan di Malaysia, Waqf An-Nur berhasil membangun beberapa klinik dan rumah sakit berbasis aset wakaf yang keuntungan ekonomis dari pengelolaannya dapat digunakan untuk kepentingan anak yatim dan duafa, beasiswa, dan lain-lain.
Memang untuk pengelolaan wakaf produktif terutama di Indonesia, masih dijumpai banyak kendala. Problematika dalam pengembangan wakaf produktif antara lain : pola pikir masyarakat Indonesia tentang wakaf yang masih terbilang konvensional dan belum begitu mengenal mengenai wakaf produktif, masih kurangnya kapabilitas nadzir untuk mengelola aset wakaf secara optimal, masih lemahnya kerja sama, kemitraan maupun sinergi antara pihak atau lembaga yang mengurus teknis wakaf, pihak pemerintah, dan pihak-pihak lain dalam upaya pengembangan wakaf produktif, serta kurangnya modal dalam mengembangkan wakaf produktif itu sendiri.
Dalam hal, permodalan untuk pengembangan wakaf produktif ini sebenarnya dapat disiasati dengan membuka akses pembiayaan wakaf produktif melalui dana dari investor. Sampai saat ini, masih sedikit wakaf produktif yang memiliki akses terhadap dana investasi dalam pengembangannya. Padahal potensi wakaf produktif yang bisa dikembangkan melalui dana investasi ini sangat tinggi. Memang beberapa problematika pengembangan wakaf produktif yang telah disebutkan sebelumnya ditambah dengan masih minimnya regulasi yang mengatur wakaf produktif ini menjadi kendala tersendiri dalam pengembangan wakaf produktif di Indonesia melalui dana investasi, namun hal tersebut seharusnya tidak menyurutkan inovasi dalam upaya pengembangan wakaf produktif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berbicara tentang investasi untuk wakaf produktif, terdapat berbagai alternatif pilihan metode investasi, salah satunya adalah Dana Investasi Real Estate (DIRE).
Dana Investasi Real Estate (DIRE) atau dalam bahasa inggris disebut REITs (Real Estate Investment Trust) merupakan sarana investasi yang memungkinkan penghimpunan dana dari masyarakat pemodal yang dikelola oleh sebuah perusahaan investasi untuk diinvestasikan pada aset real estate (properti), seperti tanah, bangunan, gedung, pusat belanja, dan lain-lain. DIRE diwajibkan menginvestasikan setidaknya 80% dari dana yang dikelolanya ke sektor properti, dimana minimal 50% harus berbentuk aset properti langsung. Di Indonesia, DIRE tergolong sarana investasi baru yang secara hukum akan berbentuk KIK (Kontrak Investasi Kolektif).
Mengenai DIRE, sesuai paket kebijakan ekonomi Jokowi XI, pemerintah mendorong pengembangan DIRE di Indonesia dengan menurunkuan pajak penghasilan (PPh) final DIRE dari 5 persen menjadi 0,5 persen. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, pemerintah juga berencana memangkas tarif bea perolehan atas hak tanah dan bangunan (BPHTB) dari maksimum lima persen menjadi satu persen. Namun, penurunan BPHTP ini masih perlu disinergikan dengan pemerintah daerah karena dibutuhkan Peraturan Daerah agar bisa diterapkan.
Dalam hal pembiyaan wakaf produktif, DIRE sendiri diarahkan kepada DIRE yang memperhatikan aspek-aspek ekonomi syariah. Di sini, OJK juga berencana menerbitkan aturan mengenai DIRE syariah. Dalam draf peraturan OJK (POJK) tentang DIRE syariah berbentuk kontrak investasi kolektif menyebutkan bahwa aset dasar DIRE syariah wajib berupa real estate, seperti mal, perkantoran, rumah sakit, pergudangan, lapangan penumpukan peti kemas, jalan tol atau perkebunan. Aset juga bisa berupa kas dan setara kas yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal. Aset dasar juga diwajibkan sudah menghasilkan pendapatan
DIRE syariah dilarang memiliki pendapatan yang bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal lebih dari 10% dari total pendapatan DIRE syariah serta tidak mengijinkan luas area bertentangan dengan prinsip syariah lebih dari 10% dari luas area aset dasar real estate yang digunakan. DIRE syariah juga wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ditunjuk direksi dalam bertanggungjawab terhadap pemenuhan prinsip syariah di pasar modal atas DIRE syariah.
Melalui DIRE syariah ini, diharapkan pengembangan wakaf produktif dapat lebih dioptimalkan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pembangunan perekonomian di Indonesia.
Referensi
Anonim. 2016. “OJK Akan Terbitkan Aturan DIRE Syariah”.Dalam http://www.syariahfinance.com/pasar-modal/588-ojk-akan-terbitkan-aturan-dire- syariah.html. Diakses 11 April 2016.
Azam Al – Hadi, Abu. 2009.Upaya Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Bagi Kesejahteraan Ummat. Dalam Islamica Vol. 4 No. 1.
Bima Islam. 2015. Wakaf Tanah di Indonsesia Belum Dikelola Secara Produktif. Dalam http://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/wakaf-tanah-di-indonesia-belum- dikelola-secara- produktif. Diakses 11 April 2016.
Erawan, Anto. 2016. “Kamus Properti : Apa Itu Dana Investasi Real Estat (DIRE)?”. Dalam http://www.rumah.com/berita-properti/2016/2/117001/kamus-properti- apa-itu-dana- investasi-real-estat-dire. Diakses 11 April 2016.
Indrawan, Angga. 2015. “Inilah 10 Negara dengan Populasi Muslim Terbesar di Dunia”. Dalamhttp://khazanah.republika.co.id/berita/duniaislam/islamnusantara/15/05/27/ noywh5-inilah-10-negara-dengan-populasi-muslim-terbesar-di-dunia. Diakses 11 April 2016.
Kartika, Yudha S dan Nur Aini. 2016. Dalam http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/03/29/o4sk9x382-paket- kebijakan-ekonomi-xi-pemerintah-pangkas-pajak-real-estate. Diakses 11 April 2016.
Khairani, Eddy. 2013. Strategi Pengembangan Wakaf Produktif. Dalam http://relegionstudi.blogspot.co.id/2013/09/strategi-pengembangan-wakaf- produktif.html. Diakses 11 April 2016.
Pratiwi, Fuji. 2016. “Potensi Wakaf yang Belum Tergali”. Dalam http://www.republika.co.id/berita/koran/pareto/16/01/14/o0xksw-potensi-wakaf- yang-belum-tergali. Diakses 11 April 2016.