Perilaku Merokok dalam Tinjauan Teori Islami Perilaku Konsumen

#6 pngMerokok merupakan perilaku yang dianggap menimbulkan dampak negatif dari berbagai sudut pandang. Dari segi kesehatan, perilaku merokok dikaitkan dengan meningkatnya peluang untuk terserang berbagai penyakit berat seperti penyakit jantung, gangguan paru-paru, kanker, serta berbagai gangguan kesehatan lainnya. Dari segi norma dan etika, perilaku merokok dianggap sebagai perilaku yang kurang atau tidak etis apalagi jika dilakukan oleh golongan masyarakat tertentu misalnya anak-anak dan wanita. Selanjutnya, dari segi dampak ekonomi, pengeluaran yang digunakan untuk membeli rokok cenderung besar sehingga merupakan bentuk pemborosan anggaran.

Meskipun demikian, perilaku merokok itu sendiri menurut tinjauan teori perilaku konsumen dalam ekonomika konvensional bukanlah suatu masalah. Dalam teori konvensional, konsumen dikatakan rasional apabila telah memenuhi aksioma-aksioma preferensi. Salah satunya adalah aksioma transitivitas yang menyatakan bahwa jika A lebih dipilih daripada B, dan B lebih dipilih daripada C, maka A haruslah lebih dipilih daripada C. Artinya, konsumen haruslah konsisten dalam membuat urutan preferensi. Tentunya, urutan preferensi ini murni berdasarkan kehendak subjektif dari konsumen itu sendiri. Bukanlah suatu masalah apabila ternyata konsumen lebih memilih sesuatu yang dipandang oleh pihak lain sebagai sesuatu yang dinilai buruk. Dalam kasus rokok misalnya, bukanlah sebuah masalah jika konsumen lebih memilih kombinasi konsumsi dengan jumlah rokok lebih banyak daripada jumlah roti.

Dalam pendekatan kardinal pada teori konsumen konvensional, terdapat pula konsep utilitas. Utilitas dapat dimaknai sebagai ‘kepuasan’ dari mengonsumsi suatu komoditas. Utilitas ini juga bersifat subjektif, sehingga tiap individu dapat memberikan nilai utilitas yang berbeda untuk komoditas yang sama. Rokok misalnya, dapat memberikan nilai utilitas yang tinggi bagi konsumen yang ketagihan merokok, sementara itu bagi konsumen yang memang bukan perokok, hisapan batang rokok pertama bisa jadi menghasilkan nilai utilitas yang negatif. Dengan demikian, perilaku merokok tentunya bukan masalah karena itu merupakan kegiatan konsumsi yang akan menimbulkan ‘kepuasan’ bagi pelakunya.

Dalam ekonomika Islam, kerangka kerja teori perilaku konsumen telah banyak diajukan oleh berbagai cendekiawan salah satunya oleh Fahim Khan. Teori yang ia ajukan bukan sekedar teori perilaku konsumen Islami, tetapi teori Islami perilaku konsumen. Maksudnya, teori ini tidak hanya dapat digunakan untuk menganalisis perilaku dari konsumen yang bersifat ‘Islami’, tetapi lebih dari itu, teori ini menawarkan sudut pandang ‘Islami’ dalam menelaah perilaku konsumen secara umum.

Hal mendasar yang membedakan teori yang diajukan Khan dari teori konvensional yaitu digunakannya ‘tujuan hidup’ (objective of life) sebagai basis dari penentuan kebutuhan. Tujuan hidup ditentukan oleh pandangan hidup konsumen yang dikonstruksi dari lingkungannya seperti keluarga, agama, kebudayaan, dan sebagainya. Dengan begitu, tidak semua hal yang oleh teori konvensional dianggap memberikan utilitas identik dengan pemenuhan kebutuhan. Hanya hal-hal yang selaras dengan tujuan hiduplah yang layak disebut kebutuhan (needs), sementara selain itu adalah sebatas keinginan (desires). Keterpenuhan kebutuhan-kebutuhan yang diturunkan dari tujuan hidup inilah yang akan menciptakan kesejahteraan (well being) dalam hidup.

Konsep rasional dalam teori ini juga lebih ketat daripada teori konvensional. Dengan adanya pembedaan antara kebutuhan dan keinginan, maka konsumen dianggap rasional jika ia mampu membedakan hal-hal yang benar-benar menjadi kebutuhannya dari hal-hal yang hanya merupakan keinginannya semata. Selain itu, konsumen yang rasional dapat membuat urutan prioritas kebutuhan dari yang paling pokok. Kemampuan untuk melakukan dua hal tersebut ditentukan oleh akal sehat (sound mindedness) dari si konsumen.

Selanjutnya, kondisi keseimbangan akan tercapai manakala konsumen memenuhi kebutuhannya (bukan semata keinginannya) sesuai urutan prioritas dengan kendala sumber daya yang ada. Jika konsumen lebih memilih mamenuhi keinginan yang bukan kebutuhannya sementara masih banyak kebutuhan yang belum ia penuhi, kondisi ketidakseimbangan akan terjadi.

Jika kita menggunakan teori Khan untuk menelaah perilaku merokok, akan nampak bahwa perilaku ini merupakan suatu masalah. Pertama, perilaku merokok tidak sesuai dengan tujuan hidup dari konsumen. Kedua, sifat rokok yang adiktif menyebabkan konsumen kehilangan rasionalitasnya. Ketiga, ketiadaan atau minimnya mekanisme kontrol eksternal yang mencegah perilaku merokok.

Masyarakat pada umumnya menghargai kesehatan. Sebuah survei di Inggris menunjukkan bahwa 74 persen pria dewasa menempatkan kesehatan sebagai salah satu hal terpenting dalam hidup. Studi yang dilakukan oleh U.S. Trust juga menemukan bahwa 98 persen responden menghargai kesehatan lebih dari kekayaan. Selain itu, bagi masyarakat yang mengaku muslim, seharusnya mereka telah maklum bahwa Islam melarang melakukan hal yang dapat menjerumuskan diri pada kehancuran. Sementara masyarakat sendiri telah mengetahui bahwa perilaku merokok secara medis dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Dengan demikian, perilaku merokok sebetulnya telah menyalahi tujuan hidup kebanyakan orang baik secara sekular maupun -dalam kasus orang muslim- religius. Permasalahan ini tampak jelas di Indonesia karena meskipun lebih dari 80 persen penduduknya mengaku muslim, sekitar dua pertiga lelaki dewasa di negeri ini menjadi perokok.

Sifat rokok yang adiktif telah membuat konsumen seolah melupakan akibat negatif yang mungkin timbul dari perilakunya. Berbagai penelitian di Indonesia antara lain yang dilakukan oleh Azwar (2007), Zaenabu (2014), Rahmadi et.al (2013), Kasniyah (1994) menemukan bahwa tingkat pengetahuan akan bahaya rokok tidak berhubungan dengan perilaku merokok. Artinya, meski seseorang tahu bahwa merokok dapat menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan, ia tetap saja merokok. Keadaan ini tentunya menjadi masalah karena konsumen lebih memilih untuk memenuhi keinginannya yang sebenarnya sama sekali bukan kebutuhan bagi dirinya.

Kedua hal di atas merupakan masalah yang muncul akibat lemahnya mekanisme kontrol internal dari konsumen itu sendiri. Di sisi yang lain, masih ada lingkungan di luar konsumen yang berperan sebagai pengendali agar konsumen kembali kepada kondisi keseimbangannya. Dalam kasus rokok, mekanisme kontrol eksternal diperankan oleh keluarga, teman, tokoh masyarakat, serta institusi sosial lainnya yang peduli akan permasalahan rokok. Sayangnya, peran pihak-pihak tersebut kurang maksimal. Masalah diperburuk dengan banyaknya pihak yang sama-sama terjebak dalam permasalahan rokok atau malah pihak-pihak yang mendorong konsumen untuk merokok. Seperti kita tahu, lebih dari setengah pria dewasa di Indonesia merokok, dan meski populasi perokok telah sedemikian banyaknya, iklan produk rokok masih saja merajalela untuk menarik perokok-perokok baru.

Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan wujud dari ketidakseimbangan konsumen terkait perilaku merokok. Permasalahan pada tataran konsumen secara individual yang tidak dapat teratasi diperburuk dengan masalah pada tataran masyarakat. Dengan demikian perlu adanya upaya untuk mengembalikan keseimbangan dari tiap konsumen serta memperbaiki mekanisme kontrol di luar konsumen sehingga kondisi keseimbangan dapat dicapai.

Ditulis oleh Esa Azali A (Staf Departemen Riset & Pengembangan) dan Amelia Tri P (Staf Departemen Riset & Pengembangan)

Rujukan

Khan, M. Fahim. 2013. An Alternative Approach to Analysis of Consumer Behaviour: Need for Distinctive ‘Islamic’ Theory. Journal of Islamic Busness and Management. Vol 3. no.2.

http://www.fa-mag.com/news/money-does-not-define-a-life–wealthy-say-22046.html

https://www.gov.uk/government/news/middle-aged-men-rate-their-health-as-more-important-than-their-money-or-career

Azwar, Eddy. 2007. Determinan perilaku merokok pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh Provinsi Naggroe Aceh Darussalam. Tesis Ilmu Kesehatan Masyarakat. UGM.

Zaenabu, Lina. 2014. Hubungan Pengetahuan Tentang Bahaya Rokok dengan Tindakan Merokok pada Siswa Negeri 8 Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rahmadi, Afdol, Yuniar Lestari, dan Yenita. 2013. “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Rokok Dengan Kebiasaan Merokok Siswa SMP di Kota Padang”. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(1).

Kasniyah, Naniek. 1994. “Prevalensi, Sikap, dan Pengetahuan tentang Risiko Merokok pada Karyawan di Lingkungan Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta”. Humaniora. 1994; 1. 40-45.

Scroll to Top