Judul Paper : Murabahah Sukuk Structure: The Shariah Challenges And The Way Forward
Identitas Jurnal : European Journal of Islamic Finance, No 4 March (2016)
Penulis : Dr. Auwal Adam Sa‟ad, Dr. Uzaimah Bt Ibrahim, Jr., and Dr. Muhammad Deen Mohd Napiah
Reviewer : Harimurti Yogatama H & Amelia Tri P (Staf Departemen Riset & Pengembangan)
Intro
Murabahah berasal dari kata ‘ribh’ yang berarti penambahan. Secara konteks, Murabahah berarti mark-up yang diungkapkan kepada pembeli sesuai harga beli penjual untuk suatu penjualan aset tertentu. Namun, aset moneter seperti kas atau piutang dikecualikan dalam penjualan jenis ini.
Dalam industri jasa keuangan syariah, Murabahah diterapkan dalam transaksi Murabahah to purchase orderer (MPO), terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu: IFI, supplier dan pengorder pembelian. Penjualan kredit aset tertentu Murabahah oleh IFI untuk pengorder pembelian adalah pada harga mark-up yang diungkapkan berdasarkan kos pendanaan pembelian yang dikeluarkan oleh IFI.
Kontrak Murabahah disebut valid apabila profit diperoleh melalui dua metode, yaitu:
- Ba’i Al-musawwamah: harga barang ditentukan, diikuti dengan negosiasi harga (Musawwamah) tanpa menyebutkan kos penjual.
- Ba’i Al-amanah: pembeli mempercayai penjual untuk dengan jujur mengemukakan kos aktual barang. Pembeli kemudian menawarkan harga yang adil kepada penjual berdasarkan informasi kos yang diberitahukan.
- Apabila pembeli membeli di bawah kos, maka transaksi ini disebut al-wad’iyyah.
- Apabila pembeli membeli dengan harga sesuai kos, maka transaksi ini berubah menjadi Ba’i Al-tauliyah.
- Apabila pembeli membeli di atas kos (yang biasanya terjadi), maka transaksi ini disebut Ba’i Murabahah.
Kata Murabahah biasanya mengacu pada perjanjian kontraktual antara pelanggan dan penyandang dana. Penyandang dana akan menjual aset atau komoditas tertentu dengan anggapan bahwa pelanggan akan sanggup memenuhi kewajiban pembayaran di bawah perjanjian Murabahah. Pembayaran biasanya meliputi kos sebanyak yang dikeluarkan penyandang dana dalam mengakuisisi aset tersebut, ditambah pembayaran yang mewakili laba yang dihasilkan dari transaksi.
Murabahah bisa diadaptasi sebagai fondasi dalam penerbitan sukuk. Jumlah yang dihasilkan dari pembelian sukuk oleh investor bisa digunakan penerbit untuk memperoleh komoditas atas nama investor dan menjual komoditas tersebut kepada originator untuk memperoleh pendatapan dari harga jual tangguhan Murabahah yang akan didistribusikan kepada investor selama periode waktu sukuk Murabahah.
Sukuk Murabahah mewakili hak atas bagian piutang dari originator yang mendasari Murabahah, bukan instrumen yang dapat dinegosiasikan di pasar sekunder karena hukum syariah melarang praktek jual-beli utang yang tidak menggunakan harga pari. Hal ini menyebabkan popularitas sukuk Murabahah di pasar sukuk global turun.
Sertifikat Murabahah adalah sertifikat bernilai sama yang diterbitkan dengan tujuan pendanaan pembelian barang melalui Murabahah, sehingga yang memegang sertifikat ini menjadi pemilik komoditas Murabahah. Dengan kata lain, sukuk Murabahah mengacu pada penerbitan sekuritas di mana transaksi antara penerbit dan obligor berupa penjualan kemudian pembelian sebuah aset pada harga mark-up Murabahah.
Struktur Sukuk Murabahah Berdasarkan Transaksi Inah
Pada Struktur sukuk Murabahah Bai Inah, Special Purpose Vehicle (SPV), dalam hal ini bank, membeli asset yang dimiliki oleh pihak yang membutuhkan dana. SPV menjual kembali asset kepada pihak yang membutuhkan dana dengan harga yang lebih tinggi. Transaksi ini disebut sebagai Bai Inah. Walaupun dilarang oleh AAOFI, praktik ini banyak terjadi di Malaysia. Contoh dari Sukuk Murabahah yang berbasiskan Bai Inah adalah perusahaan Sunway City.
Struktur Sukuk Murabahah Berdasarkan Transaksi Tawarruq
Sebagai ganti dari transaksi Bai Inah yang dilarang di timur tengah, Pasar timur tengah menggunakan Tawarruq sebagai dasar dari sukuk murabahah mereka. Pada transaksi tawarruq, SPV memiliki peran sebagai wakil atau agen pembelian dan penjualan.
Kesimpulan
Sukuk Murabahah tidak dapat diperdagangkan pada pasar sekunder karena bertentangan dengan syaria. Hal ini dikarenakan Sukuk Murabahah mengikutkan penjualan utang yang dilarang oleh syaria. Walaupun begitu, banyak cendekia dari Malaysia membolehkan jual beli sukuk murabahah dengan menggunakan argument milik Ibnu Qayyim Aljawziyyah. Ibnu Qayyim Aljawziyyah menyatakan bahwa ahli hukum islam menerima Bai Al-Dayn secara umum, mereka hanya berbeda pendapat pada penjualan utang pada pihak ketiga yang dikarenakan penjual utang tidak dapat melunasi utang kepada pembeli utang. Sukuk Murabahah dapat diperjualbelikan ketika sukuk tersebut merupakan bagian kecil dari portofolio yang lebih besar (bisa dari Sukuk Ijarah, Musharakah, dan Muradabah. Sukuk Murabahah dapat di bentuk untuk akuisisi aset nyata.