Artikel ini adalah lanjutan dari artikel Mengenal Riba dan Bahayanya
Terkadang muncul di benak kita pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan riba yang mungkin belum kita dapat jawabannya di berbagai bahasan tentang riba. Maka, semoga tanya jawab di bawah ini dapat membantu menemukan jawabannya (jika kasusnya mirip).
Jika saya berutang seribu rupiah kepada teman saya dan dia memberikan dalam bentuk uang kertas lalu saya kembalikan dalam bentuk uang logam lima ratus rupiah dua keping, apakah hal ini termasuk riba? Mengingat tadi disebutkan bahwa menukar uang seperti ini harus dilakukan saat itu juga (kontan).
Jawab:
Maka karena yang terjadi di sini adalah utang piutang, bukan barter, maka tidak mengapa. Kemarin pinjam seribu, besok dikembalikan lagi seribu, meskipun tadi pakai uang kertas kemudian pakai uang logam, karena yang terjadi di sini adalah utang piutang dan bukan bai’ dan bukan tukar menukar. Bedakan dua hal ini.
Apakah gabah dan beras merupakan satu jenis benda ribawi?
Jawab:
Ya. Gabah dan beras satu jenis. Maka harus sama kilo-nya. Kalau tidak mau, salah satu menjual sendiri sehingga tertukar dalam bentuk uang, kemudian nanti dibelikan apa yang dikehendaki.
Bagaimanakah untuk keluar dari bank konvensional? Mengingat sekarang banyak sarana dan prasarana yang berkaitan dengannya (ATM dan lainnya).
Jawab:
Yang terlarang dari institusi/lembaga bank adalah transaksi ribanya. Transaksi ribanya apa? Utang duit. Adapun ATM, maka itu bukan bagian dari utang-mengutangi duit. Maka ATM dan jasa karena mendapat fasilitas ATM maka itu bab yang berbeda.
Saya mendengar hukum kredit motor tidak boleh, apakah benar? Jika haram, maka bagaimanakah caranya jual beli motor yang diperbolehkan?
Jawab:
Tidak benar kalau mutlak. Namun, kredit motor, demikian juga kredit yang lain, boleh asalkan bersyarat.
Maka, jual beli kredit (kredit motor atau yang lainnya, kalau kredit emas tidak boleh seperti yang tadi telah disinggung karena semua harus selesai di tempat), kalau kredit motor, maka diperbolehkan (dengan syarat):
1. Yang mengkredit punya motornya. Kalau tidak punya, mungkin karena dia hanya lembaga finance, maka itu yang bermasalah, karena dia mengutangi pada hakikatnya. Dia tidak menjual, namun mengutangi. Kalau (kredit) ini hanya dua belah pihak, tidak melibatkan lembaga finance/lembaga pembiayaan, maka tidak masalah jual beli dalam bentuk kredit (seperti ini, red).
2. Ketika di kredit tersebut ada keterlambatan, maka tidak boleh ada hukuman dengan finansial, karena hukuman finansial adalah riba jahiliyah. (Fungsi riba di masa jahiliyah adalah hukuman. Ketika jatuh tempo pertama, tidak ada tambahan. Begitu mundur, dihukum.) Maka, riba jahiliyah hakikatnya adalah hukuman karena melakukan keterlambatan.
3. Harus disadari bahwa jika telah terjadi transaksi, maka hak kepemilikan telah berpindah. Maka kemudian kalau kredit macet, tidak boleh langsung disita, karena itu berarti mengambil hak milik orang lain. Karena dengan terjadinya transaksi jual beli, maka hak kepemilikan telah berpindah. Penyitaan bukanlah solusi kredit macet dalam masalah ini.
Terkait dengan hal menabung, bagaimana jika kita hanya mengambil pokoknya saja tanpa mengambil bunganya?
Jawab:
Perlu diketahui, ketika menabung di bank, yang berperan sebagai rentenir adalah nasabah, dan pihak yang berutang adalah bank. Hal ini dikarenakan nasabah mensyaratkan bahwa uang yang ditabungnya harus aman, malahan ada pula yang meminta tambahan dari apa yang ditabungnya. Hal ini yang menyebabkan terlarangnya menabung di bank ribawi. Akan tetapi, para ulama kontemporer membolehkannya, dengan pertimbangan darurat, sebab tidak ada lagi tempat yang aman pada zaman ini untuk menyimpan uang dalam nilai yang besar selain bank. Dengan kata lain, bolehnya bukan murni boleh, melainkan hanya karena alasan keamanan semata. Hal ini tidak berlaku untuk orang yang ingin menyimpan uang di bank dengan nilai yang kecil, seperti 100 hingga 200 ribu Rupiah.
Terkait bunga, ada perselisihan di kalangan para ulama dan fuqaha (ahli fiqih) kontemporer. Ada sebagian mereka tidak membolehkan untuk mengambil bunganya sama sekali, tinggalkan di banknya. Salah satu ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Ibn al-‘Utsaimin rahimahullah. Ada pula sebagian dari mereka yang membolehkan untuk mengambil bunganya, namun tidak untuk kepentingan pribadi, melainkan disalurkan untuk kegiatan sosial dengan niat untuk membuang harta haram, bukan untuk bersedekah. InsyaAllah pendapat inilah yang lebih tepat dalam masalah ini. Wallahu a’lam.
Bagaimana jika kita memanfaatkan jasa bank untuk membuka tabungan haji?
Jawab:
Sama dengan hal menabung, hal itu dibolehkan dengan alasan keamanan (karena bank-lah satu-satunya pilihan paling aman pada saat ini).
Bagaimana jika kita meminjamkan uang dalam jumlah besar kepada orang lain dengan tempo tertentu, kemudian kita meminta jaminan dalam peminjaman itu, tanpa ingin mengambil barang yang dijadikan jaminan?
Jawab:
Hal itu tidak mengapa, karena hal itu yang benar dan dituntunkan, sebagai etika/adab utang-piutang dalam Islam, karena hal itu sebagai bukti bahwa pihak yang berutang itu mau serius membayar utangnya.
Jika saya sudah terlanjur membeli motor dengan kredit seperti riba tersebut, dan saya membelinya menggunakan uang milik orang tua, bagaimana saya seharusnya bersikap?
Jawab:
Jika transaksi itu sudah terjadi, dalam artian sudah lunas, tidak mengapa, motornya tinggal digunakan saja. Akan tetapi, jika transaksi itu belum selesai dalam artian belum dilunasi, maka disarankan untuk segera melunasinya, sehingga bisa secepatnya terbebas dari transaksi riba.
…
Bersambung dengan pertanyaan yang lebih banyak dan kompleks di Tanya Jawab Seputar Riba (2)
SHARE KNOWLEDGE, SHARE OUR ARTICLE