Oleh: Novaditya Ramadhan
Perkembangan perbankan di Indonesia beberapa tahun terakhir ini semakin pesat jika dilihat dari tahun-tahun sebelumnya. Walaupun masih banyak perbankan konvensional yang memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan ekonomi Indonesia, perbankan Syariah mampu untuk unjuk gigi dalam memberikan dampak positif terhadap kegiatan ekonomi Indonesia. Agustianto (2015) juga mengemukakan perkembangan perbankan syariah di Indonesia semakin pesat dan berkembang secara fantastis. Krisis keuangan global di satu sisi telah membawa hikmah bagi perkembangan perbankan syariah. Hal ini dikarenakan masyarakat dunia, para pakar, dan pengambil kebijakan ekonomi, tidak saja melirik tetapi lebih dari itu mereka ingin menerapkan konsep syariah ini secara serius (Agustianto, 2015).
Masyarakat semakin memahami keunggulan yang ditawarkan dalam perbankan Syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional. Masyarakat juga semakin sadar bahwa mengelola keuangan pun memiliki positif dan negatif tidak hanya dari sudut pandang kehidupan, tetapi juga sudut pandang agama. Dalam sudut pandang agama, perbedaan yang paling mendasar terkait sistem yang diterapkan oleh perbankan Syariah adalah riba yang dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 275 yang berbunyi:
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”
Jika kita tinjau dari surah Al-baqarah ayat 275, Allah sangat melarang penggunaan riba untuk segala jenis transaksi yang ada. Hal inilah yang mendasari pemakaian sistem yang berbeda pada perbankan Syariah. Lalu, sistem apa yang dipakai oleh perbankan Syariah? Sistem yang dipakai oleh perbankan Syariah adalah sistem bagi hasil. Bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana.
Dalam keuangan syariah, sistem ini mengacu pada dua sistem, yaitu musyarakah dan mudharabah. Musyarakah sendiri lebih lazim dikenal sebagai perjanjian bagi hasil dalam bisnis, di mana beberapa orang menyetorkan modal untuk menjalankan usaha. Sementara itu, mudharabah merupakan pemberian modal dari satu investor kepada seorang pengelola usaha (Wahendivest).
Dengan penerapan sistem dan konsep bagi hasil, perbankan Syariah mengalami masa lonjakan pertumbuhan jumlah kantor perbankan Syariah dimana hal itu terjadi pada tahun 2008 – 2013. Dalam jangka waktu tersebut, aspek penghimpunan data dan penyaluran dana menunjukkan kinerja yang sangat bagus. Pertumbuhan jumlah aset, dana pihak ketiga, dan jumlah pembiayaan yang disalurkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Data Statistik Perbankan Syariah, 2013).
Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia (Global Islamic Financial Report, 2011).
Lalu, apa yang menyebabkan perbankan syariah mengalami peningkatan pesat dari tahun ke tahun? Jawabannya adalah faktor pendukung yang memengaruhi perkembangan perbankan Syariah. Ekspansi kantor yang mampu mencakup calon nasabah memberikan kemudahan akses untuk membuka rekening di perbankan Syariah. Akses terkadang menjadikan alasan utama calon nasabah untuk membuka rekening di perbankan Syariah. Gencarnya pemberian edukasi dan sosialisasi terkait produk dan layanan perbankan Syariah memantik minat dan kesadaran akan perbankan Syariah. Upaya untuk bersaing dengan perbankan konvensional membuat perbankan Syariah untuk meningkatkan layanan dan produk mereka agar lebih dikenal oleh masyarakat.
Walaupun banyak faktor pendukung, hal tersebut tidak dapat dijamin bahwa tidak ada tantangan yang harus dihadapi oleh perbankan Syariah. Pemenuhan gap sumber daya insani baik secara kualitas dan kuantitas ternyata tidak mampu mengimbangi ekspansi dari perbankan Syariah itu sendiri. Sedikitnya pemahaman masyarakat yang benar-benar memiliki dasar ekonomi Syariah membuat sumber daya insani yang dibutuhkan tidak tersedia pada pasar sumber daya insani. Inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan Syariah yang kompetitif membuat perbankan Syariah harus memberikan sentuhan yang lebih dari standar perbankan konvensional sehingga memberikan penawaran yang lebih baik dari perbankan konvensional.
Dengan semua informasi yang telah dijelaskan di atas, perbankan Syariah menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan walaupun masih bergantung dengan faktor pendukung. Perjuangan dari berbagai pihak seperti stakeholder, masyarakat, ulama, pemerintah dalam mendorong dan menekankan bahwa industri perbankan mampu memberikan kualitas yang mumpuni dan bersaing secara global.
References
Agustianto. (n.d.). (2015). Perkembangan dan Proyeksi Bank Syariah. Pelita. Retrieved from http://www.pelita.or.id,.
Alamsyah, H. (n.d.). (2015). “Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan dalam Menyongsong MEA 2015”. Jakarta: Ikatan Ahli Ekonomi Islam.
Karim., A. A. ( 2007). Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.