Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan : Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika

Irfan Syauqi Beik

 

Secara garis besar, jurnal ini memaparkan hasil penelitian yang menganalisis seberapa besar pengaruh zakat dalam upaya pengurangan tingkat kemiskinan. Penelitian tersebut mengambil studi kasus Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) Dompet Dhuafa Republika dengan 50 responden sebelum mereka menerima zakat kemudian dibandingkan setelah mereka menerima zakat. Penelitian ini menggunakan beberapa alat analisis rasio, diantaranya headcount ratio, rasio kesenjangan kemiskinan dan rasio kesenjangan pendapatan, serta indeks Sen dan indeks Foster, Greer dan Thorbecke (FGT).

 

Kemiskinan merupakan permasalahan klasik yang tengah dihadapi Indonesia saat ini. Berbagai cara ditempuh oleh pemerintah dalam rangka mengurangi angka kemiskinan, diantaranya paket Bantuan Langsung Tunai (BLT), namun dalam jurnal disebutkan bahwa kebijakan ini dinilai kurang efektif sebagai dampak dari koordinasi dan manajemen yang buruk. Dari problema tersebut, maka diperlukan instrumen alternatif lain yang dapat mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Instrumen yang dimaksud adalah Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS).

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam al-Asbahani dari Imam at-Thabrani, dalam kitab Al-Ausath dan Al-Shaghir, Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih”. Hadits tersebut menjelaskan posisi zakat sebagai instrumen pengaman sosial, yang bertugas untuk menjembatani transfer kekayaan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin. Di Barat, telah muncul sebuah konsep yang mendorong berkembangnya sharing economy atau gift economy. Perusahaan yang mengembangkan konsep berbagi dalam interaksi antar komponen di dalamnya, akan menjadi lebih efisien dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mau menerapkannya. Sebagai contoh, motivasi karyawan perusahaan yang mendapat bonus akan jauh lebih baik bila dibandingkan dengan karyawan yang tidak pernah mendapatkannya (Beik, 2008). Berdasarkan studi tersebut, menjadi suatu hal yang wajar apabila Indonesia mengoptimalkan potensi Zakat, Infaq dan Sedekah sebagai salah satu bentuk sharing economy.

Di Indonesia telah tumbuh berbagai lembaga pengelola ZIS, salah satunya Dompet Dhuafa Republika yang memiliki cabang di 28 provinsi di Indonesia. Analisis penelitian bertujuan untuk menjawab dua pertanyaan : pendayagunaan zakat serta dampaknya terhadap kemiskinan dan indikator yang digunakan sebagai acuan.

Penelitian dilakukan dengan mengambil data dari 50 responden yang berhak menerima zakat (mustahik) dengan membagi karakteristik masing-masing responden menggunakan segmentasi demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan dan jumlah keluarga. Dari pembagian karakteristik tersebut, dapat dibagi menjadi beberapa golongan yang menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki usia produktif (30-60 tahun), mayoritas laki-laki, tamatan SD sebesar 40%, sudah menikah, bekerja sebagai buruh serta memiliki 4-6 anggota keluarga.

Pengolahan data menggunakan empat analisis rasio :

  1. Headcount Ratio yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan yang dapat diukur dengan membandingkan jumlah penduduk yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan dengan populasi penduduk. Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh Irfan Syauqi Beik, terjadi penurunan tingkat kemiskinan dari 0.84 (saat belum dilakukan distribusi zakat) menjadi 0.74 (setelah dilakukan distribusi zakat).
  2. Indeks Kedalaman Kemiskinan

Indeks kedalaman kemiskinan diukur dengan menggunakan 2 instrumen, yaitu poverty gap ratio (P1) untuk mengukur kesenjangan kemiskinan dan income-gap ratio (I) untuk mengukur kesenjangan pendapatan. Pola pendistribusian zakat yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa secara empirik mampu menurunkan tingkat kesenjangan kemiskinan dari Rp 540.657,01 menjadi Rp 410.337,06. Demikian pula dengan nilai I yang mengalami penurunan dari 0,43 menjadi 0,33, dimana hal tersebut menunjukkan penurunan kesenjangan pendapatan.

  1. Indeks Keparahan Kemiskinan

Hasil analisa menunjukkan bahwa nilai indeks Sen mengalami penurunan dari 0,46 menjadi 0,33. Demikian pula halnya dengan angka indeks FGT. Nilai indeks FGT juga mengalami penurunan dari 0,19 menjadi 0,11. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyaluran dan pendistribusian zakat kepada mustahik mampu mengurangi tingkat keparahan kemiskinan kaum dhuafa yang menjadi mitra dan binaan Dompet Dhuafa.

Dari hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa terbukti secara empiris bahwa zakat mampu mengurangi angka kemiskinan. Zakat dapat pula dijadikan sebagai instrumen perantara penyalur dana dari pihak yang memiliki kelebihan dengan yang kekurangan sehingga mampu mengurangi tingkat kesenjangan pendapatan.

Berdasarkan data dari responden, dapat pula diambil sebuah kesimpulan bahwa pihak yang menerima zakat merupakan mereka yang berusia produktif sehingga peluang untuk memeroleh pendapatan yang lebih layak masih terbuka lebar. Hal yang menarik adalah bahwa pendidikan masih menjadi faktor penting dalam menentukan kesejahteraan dan karier dimasa depan. Hal ini dibuktikan dengan mayoritas dari mustahik merupakan lulusan SD yang pada akhirnya memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan ketika mereka bekerja. Pemerintah sudah selayaknya tetap memperhatikan fasilitas berupa pendidikan sebagai upaya penanggulangan bertambahnya angka kemiskinan di Indonesia. (Departemen Keilmuan dan Kajian Intelektual SEF UGM)

 

 

Referensi : Beik. (2009). Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Mengurangi Kemiskinan: Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika. Zakat & Empowering – Jaurnal Pemikiran dan Gagasan , 45-53.

 

 

 

 

Scroll to Top