Kesenian dan Kebudayaan : Membangkitkan Perekonomian Islam melalui Estetika

Oleh: Ega Kurnia Yazid

Tuhan pastinya sedang tersenyum ketika menganugrahkan kesenian pada manusia. Ya, mengapa tidak? Kesenian membawa nilai-nilai keindahan. Nilai-nilai yang dapat diterima sebagian besar insan manusia secara umum, karena seni merupakan bahasa yang universal. Tanpa perlu menempuh pendidikan formal terlebih dahulu, umumnya insan manusia sudah dapat membedakan seni yang baik dan tidak—estetika. Kesenian sendiri sudah hadir dan melekat bahkan sejak peradaban manusia lahir. Tidak dapat dipungkiri, kesenian telah memberikan sumbangsih yang luar biasa pada peradaban dan pemikiran manusia dari waktu ke waktu.  Hal tersebut ditunjukkan dari peninggalan-peninggalan umat manusia terdahulu yang kini berhimpun dan melebur menjadi sebuah kesatuan yang membentuk kehidupan manusia saat ini.
Pada hakikatnya, kesenian diartikan sebagai suatu cipta karya yang dilahirkan dari imajinasi dan keahlian dengan tujuan baik menghasilkan keindahan maupun mengekspresikan ide dan/atau perasaan (Merriam-webster.com, 2016).  Berbeda dengan kesenian lainnya, kesenian islam diperlakukan tidak hanya sebagai media agama untuk menyampaikan pesan agama, namun juga sebagai gaya hidup—a way of life (The Met’s Heilbrunn Timeline of Art History, 2016).
A Way of Life
Ketika melakukan perjalanan ke negeri jiran, saya cukup tercengang. Hal tersebut dikarenakan negara Malaysia memiliki banyak sekali museum, terutama di ibukota Kuala Lumpur. Menariknya, salah satu museum yang terkenal ialah Islamic Arts Museum. Bahkan Islamic Arts Museum sempat menduduki Top 10  Traveller’s Choice Museums (TripAdvisor.com, 2015).
Islamic Arts Museum adalah museum yang memajang karya-karya kesenian islam. Tidak tanggung-tanggung, museum ini memiliki banyak sekali koleksi baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satu hal yang menarik dari koleksi museum tersebut ialah bahwa Islamic Arts Museum memiliki barang-barang peninggalan kerajaan Samudra Pasai. Kerajaan yang berasal dari Aceh Utara, Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa negara Malaysia sangat menghargai kesenian dan budaya Islam, bahkan sampai rela mengumpulkan koleksi-koleksi dari luar negaranya sendiri. Apabila dibandingkan dengan Malaysia, Indonesia memang memiliki Museum Istiqlal, namun belumlah dikelola dengan baik sebagaimana Islamic Arts Museum Malaysia.
Melalui Museum Kesenian Islam, banyak sekali pengalaman baru dalam mengenal kesenian Islam. Sebagai contoh, ternyata kesenian Islam tidak hanya diinternalisasi sebagai media beragama, namun juga meliputi bentuk kekayaan budaya masyarakat Islam (Islamic society). Macam dari keseniannya pun beragam, mulai dari kitab suci Al-Quran, guci, karpet, pakaian, hingga arsitektur islami. Lantas apakah peranan dari kesenian-kesenian tersebut?
Kesenian (Islam) dan Perekonomian
Berdasarkan penelitian terdahulu, faktanya kesenian—secara umum—telah memberikan dampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap perekonomian masyarakat. Menurut pelbagai penelitian, kesenian merevitalisasi lingkungan dan memajukan kemakmuran perekonomian (Costello 1998; SCDCAC 2001; Stanziola 1999; Walesh 2001). Seiring itu, partisipasi akan kesenian meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologi. (Baklien 2000; Ball and Keating 2002; Bygren, Konlaan and Johansson 1996; Turner and Senior 2000) Terakhir, kesenian menyediakan katalis bagi pembentukan modal sosial serta pencapaian dari tujuan komunitas (Goss 2000; Matarasso 1997; Williams 1995).
Selanjutnya, lebih spesifik menurut Guetzkow (2002), dampak bermanfaat dari kesenian bisa mengacu pada tiga hal dalam perekonomian. Pertama, kesenian bisa menarik pengunjung—kesenian sebagai industri ‘ekspor’. Guetzkow mengemukakan bahwa pada dasarnya, turis mendatangi komunitas lokal untuk menghadiri acara kesenian—dan budaya. Nantinya, para turis tersebut akan membelanjakan uang mereka untuk makan, menginap, dan belanja pada suatu daerah tertentu yang menimbulkan efek multiplier secara tidak langsung. Seiring itu, apabila dimasukan dalam konteks islam, populasi umat muslim di dunia merupakan pasar yang cukup besar yang tentunya mereka membutuhkan hiburan yang lebih beragam dengan fasilitas menunjang umat muslim—mushola memadai, dan makanan halal.
Kedua, kesenian mengundang penduduk dan bisnis. Menurut Guetzkow, kekentalan kesenian dan organisasi seni pada suatu daerah dapat berperan dalam mengundang penduduk untuk tinggal di daerah tersebut mengingat tempat terkait memiliki daya tarik yang lebih. Demikian pula yang dilakukan oleh bisnis (perusahaan), mereka mempertimbangkan lokasi yang memiliki kehadiran kesenian  karena dinilai memiliki agglomeration effects—mengacu pada tenaga kerja ahli.
Terakhir, Kesenian menarik investasi. Terkait dari dua dampak sebelumnya, Guetzkow berargumen bahwa kesenian mengundang investor karena daerah dengan kesenian yang baik mencerminkan presepsi aman dan berpotensi.
Menariknya, Amerika Serikat telah melakukan langkah konkret dalam integrasi seni dan ekonomi (ekonomi kreatif) yang didokumentasi dan dipublikasi oleh asosiasi gubernur nasional—National Governors Association (NGA). Melalui terbitan NGA yang bertajuk Arts & The Economy: Using Arts and Culture to Stimulate State Economic Development (2009), mereka menjelaskan dan memformulasikan strategi untuk menginternalisasi dan mensinergikan kesenian dalam praktik ekonomi.  Hal tersebut didukung oleh fakta bahwa Arkansas—salah satu negara bagian di Amerika Serikat—telah berhasil membangun perekonomiannya melalui ekonomi kreatif.

Gambar 1. Koneksi Perekonomian Kreatif Arkansas, USA.

Sumber: NGA, 2009

Ekonomi kreatif yang didasari oleh kebudayaan dan kesenian di Arkansas telah berhasil menyerap tenaga kerja sampai 27,000 pekerja serta menghasilkan pendapatan perorangan hingga $927 juta (RTS, 2007). Tidak dipungkiri apabila Arkansas telah berhasil mengintegrasikan kesenian (dan kebudayaan) dengan perekonomiannya, mengingat ekonomi kreatif sukses didorong menjadi industri terbesar ke-3 setelah transportasi dan makanan (NGA, 2009).  Seperti terlihat pada gambar 1, Arkansas benar-benar serius mengembangkan industri kreatifnya melalui integrasi dengan industri-industri lainnya. Sehingga, industri kreatif tidak lagi sebagai industri tersendiri, melainkan terintegrasi dan komplementer terhadap industri lainnya. Menurut Saya, hal seperti itu lah yang dapat disimpulkan sebagai a way of life, yakni ketika kita mulai mengintegrasikannya dengan cara kita berkehidupan.
Berkaca pada Arkansas, sebenarnya perekonomian Islam juga mampu digenjot dengan cara serupa—melalui kesenian dan kebudayaan. Gagasan ini menjadi lahan yang potensial mengingat pasar muslim kian berkembang secara umum. Namun, perlu diperhatikan bahwa perekonomian kreatif islami perlu ditelaah terlebih dahulu dengan mengenali aset kesenian dan budaya potensi yang ada pada suatu daerah (NGA, 2009). Seiring itu, perlu juga dicermati bahwa kesenian perlu diintegrasikan secara menyeluruh terhadap komunitas pada suatu daerah tertentu.
Kesimpulan
Secara garis besar, kesenian dan kebudayaan merupakan anugerah serta warisan luar biasa yang dipelihara turun-temurun. Kesenian dan kebudayaan dalam islam sempat dipraktikkan secara menjadi a way of life pada era keemasan islam. Sehingga, hal tersebut menjadi potensi menjanjikan dalam merevitalisasi perekonomian islam.
Tentu saja perlu diperhatikan bahwa apabila gagasan ini diterapkan, perlu adanya tindak serius dan konsisten. Berkaca kepada Arkansas yang telah lebih dulu memajukan industri kreatifnya, maka dirasa perlu inisiatif-inisiatif produktif untuk memajukan perekonomian islam. Diantaranya dengan memberikan insentif bagi pelaku bisnis islami kreatif, membuka inovasi-inovasi baru terkait bisnis kreatif islam, serta memindai secara tepat potensi budaya dan kesenian daerah tertentu guna menemukan strategi yang tepat dalam menginternalisasi ‘kreativitas’ pada perekonomian Islam.

REFERENSI
Baklien, Bergljot. (2000). “Culture is Healthy.” International Journal of Cultural Policy 7.
Ball, Susan, and Clare Keating. (2002). “Researching for Arts and Health’s Sake.” in 2nd Conference on Cultural Policy Research. Wellington, NZ.
Bygren, Lars O., Boinkum B. Konlaan, and Sven-Erik Johansson. (1996). “Attendance at cultural events, reading books or periodicals, and making music or singing in a choir as determinants for survival: Swedish interview survey of living conditions.” British Medical Journal 313:1577-1580.
Costello, Donal Joseph. (1998). “The Economic and Social Impact of the Arts on Urban and Community Development.” in Dissertation Abstracts International, A: The Humanities and Social Sciences. Pittsburgh: University of Pittsburgh.
Goss, Kristin. (2000). Bettertogether : the report of the Saguaro Seminar on Civic Engagement in America. Cambridge, MA: Saguaro Seminar Civic Engagement in America John F. Kennedy School of Government Harvard University.
http://www.bettertogether.org/bt%5Freport.pdf.
Guetzkow, J. (2002). How the Arts Impact Communities: An introduction to the literature on arts impact studies. [online] Available at: https://www.princeton.edu/~artspol/workpap/WP20%20-%20Guetzkow.pdf [Accessed 6 Sep. 2016].
Matarasso, François. 1997. Use or ornament? : the social impact of participation in the Arts. Stroud, Glos.: Comedia.
Merriam-webster.com. (2016). Definition of ART. [online] Available at: http://www.merriam-webster.com/dictionary/art [Accessed 6 Sep. 2016].
The Met’s Heilbrunn Timeline of Art History. (2016). The Nature of Islamic Art | Essay | Heilbrunn Timeline of Art History | The Metropolitan Museum of Art. [online] Available at:  http://www.metmuseum.org/toah/hd/orna/hd_orna.htm [Accessed 6 Sep. 2016].
Nga.org. (2009). Arts & the Economy: Using Arts and Culture to Stimulate State Economic Development. [online] Available at: http://www.nga.org/cms/home/nga-center-for-best-practices/center-publications/page-ehsw-publications/col2-content/main-content-list/arts–the-economy-using-arts-and.html [Accessed 10 Sep. 2016].
Regional Technology Strategies (RTS). (2007). Creativity in the Natural State: Growing Arkansas’ Creative Economy. Carboro, NC: RTS. .http://www.arkansasarts.com/programs/ArkansasCreative.pdf.
SCDCAC. (2001). “The arts and culture in San Diego : economic impact report, 2000.” San Diego, Calif.: City of San Diego Commission for Arts and Culture.
Stanziola, Javier. (1999). Arts, government and community revitalization. Ashgate: Aldershot, U.K.; Brookfield, Vt. and Sydney.
Tripadvisor.com. (2015). TripAdvisor Travelers’ Choice Awards. [online] Available at: https://www.tripadvisor.com/TravelersChoice-Museums-cTop-g2 [Accessed 6 Sep. 2016].
Walesh, Kim and Doug Henton. (2001). “The Creative Community–Leveraging Creativity and Cultural Participation for Silicon Valley’s Economic and Civic Future.” San Jose, CA: Collaborative Economics.
Williams, Deidre. 1995. Creating social capital : a study of the long-term benefits from community based arts funding. Adelaide, S. Aust.: Community Arts Network of South Australia.

Scroll to Top