Kontroversi Saham: Halal atau Haram?

Oleh: Sigi Putri D.

Saham merupakan tanda bukti penyaluran modal perseorangan atau organisasi suatu perusahaan atau entitas yang terkait. Saham, share atau paten berarti partisipasi. Dengan kata lain, saham memberikan partisipasi dalam kepemilikan perusahaan. Biasanya, perusahaan menerbitkan saham dengan tujuan untuk mendapat modal untuk kelancaran operasional atau dalam menjalankan proyek yang sedang ditempuh, baik itu dalam jangka panjang maupun jangka pendek. 

Pada Maret 2020, Covid-19 melanda Indonesia dan menyebabkan kelumpuhan ekonomi, nilai tukar rupiah menurun dan terjadinya penurunan harga saham hingga 6,58%. Hal itu merupakan tamparan yang hebat akibat dari pandemi Covid-19 ini, tetapi tidak bagi para investor yang melihat hal ini sebagai momentum yang tepat untuk berinvestasi di saham. Saham yang memiliki market capital diatas 5 triliun (bluechip) dan mayoritas saham lainnya menjadi murah dan dianggap menjadi kesempatan emas di mata investor.

Namun, pada Desember 2020 hingga Februari 2021 harga saham mayoritas naik secara drastis. Terbilang drastis karena ada yang menyentuh hingga melewati harga pada saat sebelum Covid-19 melanda Indonesia. Dalam beberapa kasus pada saham dengan kode BRIS yang pada tanggal 20 Maret 2020 seharga 155/lembar saham tetapi pada 15 Januari 2021 saham tersebut mencapai titik tertinggi seharga 3,670/lembar saham. 

Kasus di atas mendorong orang Indonesia dari berbagai kalangan, terutama generasi milenial untuk mengambil keuntungan dan mengadu nasib di pasar saham tersebut. Dalam hal ini, saham dijadikan alat sebagai penghimpun pundi kekayaan. Namun, terjadi perdebatan dalam prosesnya dimana ada beberapa orang yang menganggap bahwa berinvestasi dalam pasar modal dengan produk yang ditawarkan, terutama saham hukumnya haram. Hal ini disebabkan karena banyak orang yang mempersepsikan terdapat bunga (interest) dalam balas jasa di dalamnya.

Perlu ditegaskan bahwa ada tiga fatwa yang menetapkan bahwa investasi saham itu halal. Tiga fatwa DSN-MUI yang turut mengembangkan pasar modal syariah yaitu Fatwa DSN-MUI No: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa dana Syariah, Fatwa DSN-MUI No: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, dan Fatwa DSN-MUI No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.

Kemudian, Perlu diketahui bahwa ada beberapa saham yang termasuk JII (Jakarta Islamic Index). Saham yang termasuk ke dalam kategori tersebut dijamin kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Wahbah Zuhaili (2011) mengatakan bahwa komoditas bursa tidak terlepas dari prinsip-prinsip syariah yang beberapa diantaranya diperbolehkan dalam rangka mencari rezeki, bisa diperjualbelikan manfaatnya, barang yang diserahkan jelas dalam segi harga dan kuantitasnya, dan tidak ada unsur penipuan di dalamnya.  

Seperti yang dipaparkan di atas, saham merupakan salah satu dari sekian banyak cara dalam transaksi jual-beli. Dalam hal ini, transaksi saham yang memperjualbelikan aset kepemilikan suatu perusahaan atau surat berharga tentu boleh dilakukan karena tidak mengandung unsur gharar, maysir, dan sebagainya. Akan tetapi, pernyataan ini menjadi tidak berlaku ketika emiten saham tersebut memiliki operasi yang mengandung potensi pelanggaran syariah, seperti emiten di sektor perbankan. Para ulama ahli fiqih mengharamkan transaksi yang mengandung unsur riba di dalamnya, berupa bunga dari transaksi pinjaman (utang-piutang). Maka dari itu, sebaiknya investor muslim menghindari investasi di sektor perbankan. Hal ini dikarenakan saham yang diterbitkan bank adalah untuk sarana meminjam dan untuk mengembalikannya ke pemilik modal dan terdapat bunga di dalamnya. Abu zahrah, Abu ‘ala al-Maududi Abdullah al-‘Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa bunga bank itu termasuk riba nasiah yang dilarang oleh Islam. Karena itu umat Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa. 

Berinvestasi di pasar modal boleh saja asalkan emiten atau penyedia jasa investasi tidak melakukan penipuan yang dapat merugikan investor lain.  Perlu diingat bahwa para investor harus bijak dalam  mengambil keputusan dan hendaknya untuk melakukan riset terlebih dahulu dalam pemilihan saham untuk menginvestasikan modalnya. Hindari perusahaan yang bergerak di bidang perbankan (karena mengandung riba), prostitusi, minum-minuman keras, dan lain sebagainya.

 

REFERENSI :

Asra, M. (2020). Saham dalam Perspektif Ekonomi Syar’iah. Istidlal: Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam, 4(1), 35–44. https://doi.org/10.35316/istidlal.v4i1.208

Hukum Saham dalam Islam Menurut Pandangan Ulama dan MUI. (n.d.). kumparan. Retrieved June 5, 2021, from https://kumparan.com/berita-hari-ini/hukum-saham-dalam-islam-menurut-pandangan-ulama-dan-mui-1v0BnONRNG8

PT Bursa Efek Indonesia. (n.d.). PT Bursa Efek Indonesia. Retrieved June 5, 2021, from http://www.idx.co.id

Tentang Syariah. (n.d.). Retrieved June 5, 2021, from https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/Prinsip-dan-Konsep-PB-Syariah.aspx

Leave a Comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top