Oleh: Angelica Novitasari
Seiring perkembangan teknologi, perkembangan fintech atau financial technology semakin marak di tengah-tengah masyarakat. Dilansir dari ojk.go.id, Fintech Lending atau bisa disebut juga Peer-to-Peer Lending adalah layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditur/lender (pemberi pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) berbasis teknologi informasi. Sebagian besar masyarakat, khususnya para milenial pasti sudah tidak asing lagi dengan Go-Pay, OVO, T-cash, dan lain sebagainya. Bahkan, beberapa mungkin tidak bisa terlepas dari fintech dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Berdasarkan data dari Indonesian Fintech Association (IFA), terdapat sekitar 135-140 startup fintech di Indonesia yang terdata dengan jumlah pemain tumbuh sebesar 78% pada tahun 2016 (Wahyuni, 2019). Pesatnya pertumbuhan fintech menunjukkan besarnya pangsa pasar teknologi finansial di Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Seiring pesatnya pertumbuhan pasar teknologi finansial, fakta tersebut memunculkan adanya potensi yang besar bagi layanan keuangan digital atau financial technology (fintech) syariah di Indonesia. Berdasarkan laporan Global Fintech Islamic Report 2021 dari saham Gateway, pasar fintech syariah Indonesia berkisar US$2,9 miliar atau Rp41,7 triliun (Burhan, 2021). Fintech syariah di Indonesia diatur dan mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah (AFTECH, 2019). Berdasarkan fatwa tersebut, fintech syariah adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah yang mempertemukan atau menghubungkan pemberi pembiayaan dengan penerima pembiayaan dalam rangka melakukan akad pembiayaan melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Dalam perkembangannya, fintech syariah didukung oleh Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI). AFSI didirikan sebagai kongregasi startup, institusi, akademisi, komunitas, dan pakar syariah yang bergerak dalam jasa keuangan syariah berbasis teknologi. AFSI memiliki peran penting untuk memajukan potensi fintech syariah di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan dibentuknya AFSI Institute yang mempunyai beberapa program, seperti konsultasi bisnis syariah, riset dan kajian-kajian mengenai ekonomi Islam, workshop dan pelatihan fiqih muamalah, serta AFSI Goes To Campus (AFTECH, 2019). Fintech syariah yang sudah berdiri di Indonesia, diantaranya indves, syarQ, start zakat, paytren, dan lain-lain. Sementara itu, fintech syariah yang memiliki sertifikasi halal dari MUI pertama di Indonesia yaitu Paytren pada tahun 2017 (Winarto, 2020).
Berbeda dengan fintech konvensional, fintech syariah menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam, seperti larangan bunga atau riba, skema akad, tidak dilakukan dengan cara penipuan (gharar), tidak memberikan mudharat pada penggunanya, dan harus ada kejelasan antara pembeli dan penjual. Fintech syariah menerapkan skema akad, yaitu akad wakalah dan akad musyarakah. Hashbi Ash Shiddieqy menyebutkan bahwa wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan yang mana seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak (bertasharruf). Hukum wakalah adalah sah, baik dengan ada atau tidak adanya upah. Apabila sudah akad wakalah dengan upah, akad menjadi lazim dan mengikat sehingga orang yang diberi wakil tersebut harus melaksanakan apa yang sudah diwakilkan kepadanya. Maka dari itu, wakil tersebut memiliki hak untuk menerima upah begitu wakalah selesai (Wahyuni, 2019). Sementara itu, akad musyarakah adalah akad antara pihak Ammana dan Penyalur dana, antara lain BMT, KSPPS, BPRS, Lembaga Ventura Syariah. Pemilik modal dan penyalur dana akan sama-sama menyetorkan modal dengan nominal sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan pihak-pihak dalam musyarakah tersebut (Wahyuni, 2019).
Pembiayaan dalam fintech syariah memiliki beberapa prosedur yang sesuai dengan akad syariah. Akad pembiayaan dilakukan oleh penerima pinjaman dan pemberi pinjaman dengan skema al qardh. Pemberi pinjaman memberikan pinjaman atas tagihan yang diberikan. Setelah itu, dilanjutkan akad wakalah bil ujrah yang mana pemberi pinjaman mewakilkan pada penyelenggara layanan untuk membantu melakukan pengurusan atas tagihan yang diberikan peminjam. Akad al qardh maupun wakalah bil ujrah dilakukan secara online melalui website penyelenggara layanan (Winarto, 2020).
Penggunaan fintech syariah memudahkan masyarakat mendapatkan layanan jasa keuangan syariah, investasi, dan pembiayaan syariah. Pengimplementasian prinsip ekonomi islam pada fintech syariah mampu memberikan kebermanfaatan bagi pihak-pihak yang saling bertransaksi. Dengan adanya akad yang jelas, pembiayaan fintech syariah juga dapat membantu masyarakat memperoleh pembiayaan tanpa melanggar prinsip-prinsip syariah. Secara jangka panjang, kehadiran fintech syariah juga bisa memberikan akses dan edukasi kepada masyarakat dari berbagai kalangan, khususnya milenial yang menjadi pemain utama dalam pasar teknologi finansial di Indonesia.
Namun demikian, saat ini fintech syariah masih menghadapi berbagai tantangan, salah satunya yaitu rendahnya literasi di kalangan masyarakat terkait keberadaan layanan keuangan syariah berbasis teknologi. Maka dari itu, sangat perlu ditingkatkan kerjasama dari berbagai pihak untuk mendukung edukasi dan sosialisasi fintech syariah di Indonesia.
Daftar Pustaka:
AFTECH. (2019). Fintech Corner. Diakses dari https://www.fintech.id/storage/files/shares/Newsletter/FinTech%20Corner%20-%20Mei%202019.pdf
Burhan, Fahmi Ahmad. (2021, Mei 6). Pasar Fintech Syariah RI Terbesar ke-5 Dunia, Banyak Pengguna Milenial. katadata.co.id Diakses dari https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/60938af18196a/pasar-fintech-syariah-ri-terbesar-ke-5-dunia-banyak-pengguna-milenial
OJK. (t.t). Financial Technology – P2P Lending. Diakses dari https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/financial-technology/default.aspx
Wahyuni, R. A. E. (2019). Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia Melalui Penyelenggaraan Fintech Syariah. Jurnal Kajian Hukum Islam, 4(2), 184-191. Diakses dari https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/mahkamah/article/view/5207/2470
Winarto, W. W. A. (2020). Peran Fintech dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Jesya (Jurnal Ekonomi & Ekonomi Syariah), 3(1), 61–73. Diakses dari https://doi.org/10.36778/jesya.v3i1.132