Bagaimana menjalankan bisnis sesuai syariah?

DSCF0005
Notulensi Kajian Fiqih Muamalah

Kajian Kontemporer yang diadakan Shariah Economics Forum pada Rabu, 30 Maret 2016 ini membahas mengenai bagaimana menjalankan bisnis sesuai syariah. Kajian kali ini bertempat di Auditorium Djarum Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM dengan Ustadz
Ammi Nur Baits sebagai pemateri. Berikut adalah isi materi yang disampaikan Ustadz Ammi Nur Baits:

Fiqih Muamalah dibagi menjadi dua, yaitu fiqih muamalah yang berkaitan dengan harta (maaliyah) dan fiqih muamalah yang tidak berkaitan dengan harta. Dalam kehidupan, Allah menampakkan sesuatu yang belum pernah ada dan sering kita anggap sangat sepele,
namun ternyata dapat menimbulkan masalah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka kita harus memiliki ilmu terlebih dahulu.

Dalam kaitannya dengan berbisnis, sebelum memulai bisnis kita haruslah beriman pada hari akhir. Dulu, Rasulullah selalu menanamkan kesadaran akan datangnya hari akhir sesaat sebelum para sahabat melakukan aktivitas.

Mengapa demikian?

Saat seseorang menjadi orang yang sadar akan hari akhir, kendali dalam menyesuaikan aturan dapat lebih mudah. Seorang muslim belajar ekonomi syariah bukan untuk mendapatkan keuntungan tetapi karena sadar bahwa Allah akan membangkitkannya
pada hari akhir.

Aktivitas yang dilakukan manusia dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas yang terkait dengan ibadah dan aktivitas yang terkait muamalah/adat. Aktivitas ibadah hukum asalnya adalah dilarang kecuali ada dalil yang memerintahkan atau memperbolehkannya. Manusia melakukan ibadah dengan tujuan mendapat ridho Allah juga untuk mendapatkan balasan di akhirat. Namun, masalahnya adalah manusia tidak tahu akhirat itu seperti apa, sehingga satu-­satunya cara untuk dapat bahagia di akhirat ialah mengikuti wahyu dari Allah. Dalam hal
mengikuti wahyu Allah, manusia tidak dapat berkreasi semau sendiri.

Aktivitas kedua yaitu muamalah hukum asalnya adalah dibolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Allah memberi kebebasan, tidak ada rincian transaksi apa yang dilakukan yang penting tidak melanggar syariah. Dengan kata lain manusia bebas berkreasi di sini. Transaksi yang kita kenal dalam ekonomi syariah seperti salam, gadai dan lain­lain bukanlah transaksi yang baru muncul pada masa Rasulullah. Transaksi tersebut sudah muncul pada zaman jahiliah. Yang perlu ditegaskan di sini, prinsipnya adalah “Yang penting tidak
melanggar syarat, maka toyyib”.

Mungkin kita pernah mendengar tentang gerakan kembali pada dinar dan dirham, karena dua mata uang itulah yang sesuai dengan dalil yang ada. Namun, faktanya hal tersebut sulit diterapkan karena nilai konversinya yang besar. Untuk itu, dicarilah mata uang lain dan ditemukan satu mata uang yang bernama danik dengan nilai Rp13.000. Namun, nilai ini dirasa masih terlalu besar, maka dicari lagi hingga akhirnya ditemukannya fulus. Selanjutnya uang jenis ini diproduksi, tapi nilainya tidak sebanding dengan biaya produksi. Danik dan
fulus ada pada masa Umayyah.

Dalam syariah sebenarnya tidak ditentukan mata uang apa yang sebaiknya dipakai. Dulu pada masa kepemimpinan Umar, beliau pernah berniat membuat uang dari kulit unta, tapi para sahabat usul dibatalkan karena khawatir unta akan banyak disembelih bukan untuk dimakan tapi untuk uang sehingga akhirnya dibatalkan. Imam Malik berkata, ”andaikata kulit unta dijadikan uang, maka akan dimasukkan dalam barang ribawi.”

Dalam melakukan transaksi, ada tiga hal terkait jual beli yang harus menjadi catatan. Satu, jual beli yang dilarang agama sebenarnya sedikit jumlahnya. Bila dibandingkan dengan jual beli yang diperbolehkan, maka yang diperbolehkan ini akan jauh lebih banyak. Dua, menghindari setiap unsur kedzaliman dan mewujudkan kemaslahatan di masyarakat. Ajaran nabi sifatnya rahmatan lil alamin, yang memberi kebaikan bagi seluruh alam. Allah menurunkan aturan pada dasarnya adalah untuk kebaikan umat manusia, bukan dengan niat menghukum. Maka dari itu, janganlah berprasangka buruk pada Allah. Yang terakhir, jual beli yang Allah haramkan kebanyakan Allah gantikan dengan transaksi yang halal. Contohnya ialah judi yang Allah ganti dengan investasi, riba diganti dengan jual beli, dan
sebagainya. Tiga sebab penghasilan haram yaitu apabila ada unsur dzalim, gharar, dan riba,
meskipun saling ridha. Biarpun ridha, tetapi apabila transaksinya keliru maka dilarang.
Transaksi dzalim memiliki beberapa bentuk.

1. Penipuan
2. Jual beli najasy
a. Berpura­pura menawar harga padahal tidak ada keinginan membeli. Ini hanya dilakukan dengan tujuan menaikkan harga barang
b. Memuji barang padahal aslinya tidak seperti yang dijelaskan
c. Menyebutkan harga kulak secara dusta
3. Ikhtikar
a. Dilakukan saat barang mulai langka, penjual menimbun saat barang melimpah kemudian dijual ketika harga mahal
b. Barang yang ditimbun bahan pokok
4. Gharar
Ketika mempelajari fiqih muamalah, maka istilah “Gharar” akan sering dijumpai. Gharar secara bahasa berarti al­mukhatharah (pertaruhan) dan al­jahalah (ketidakjelasan). Secara istilah, artinya adalah jual beli yang tidak jelas konsekuensinya. Gharar memiliki banyak kesamaan dengan judi (maysir). Perbedaannya ialah judi (maysir) merupakan permainan, sedangkan gharar adalah transaksi. Berikut ada beberapa contoh permisalan yang dapat membantu untuk memahami gharar:
1. Bejo dan Tejo menanamkan modal pada suatu usaha. Kemungkinannya untung atau rugi. Apakah termasuk gharar? Tidak​, karena terdapat kejelasan ketika mereka menanamkan modal dan mendapatkan hasilnya berupa barang.
2. Mengikuti bimbingan belajar. Pesertanya banyak dan sama­sama mengikuti bimbingan belajar. Kemungkinan lulus atau gagal. Apakah termasuk gharar? Tidak​, karena jelas dalam memberikan biaya bimbingan belajar dan mendapat jasa atau
layanan.
3. Sepuluh orang masing­masing punya uang Rp 10.000.000, lalu berinvestasi ke perusahaan. Kemungkinan berhasil atau gagal. Apakah termasuk gharar? Tidak​, karena dalam berinvestasi terdapat kejelasan sesuatu yang didapat yaitu aset
4. Membeli kupon seharga Rp 5.000. Apabila keluar dua angka dijanjikan mendapat Rp 500.000. Kemungkinannya ialah menang dan mendapat Rp 500.000 atau kalah dengan kehilangan uang Rp 5000. Apakah termasuk gharar? Iya, karena yang dibeli dari kupon undian merupakan peluang menang atau kekalahan, sesuatu yang sifatnya tidak jelas.
5. Mengikuti asuransi Rp 500.000 dijanjikan kalau dapat klaim dapat Rp 100.000.000. Kalau tidak ada klaim, premi berkurang banyak. Kemungkinannya ialah dapat klaim atau hangus. Apakah termasuk gharar? Iya , karena membayar premi untuk mendapatkan jaminan resiko yang sifatnya belum jelas apakah akan terjadi atau tidak.

Dalam fiqih, jual beli memiliki persamaan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu transaksi memiliki unsur gharar atau tidak.

Persamaan jual beli :

sesuatu yang diserahkan (Iwadh) = sesuatu yang diterima (muawadh)

Pada suatu transaksi jual beli, hendaknya memenuhi persyaratan berupa kejelasan baik sesuatu yang diserahkan (​Iwadh​) ​maupun sesuatu yang diterima (​Muawadh​).​Bila dalam suatu transaksi terdapat unsur ketidakjelasan baik dari sisi Iwadh maupun Muawadh maka transaksi tersebut terdapat unsur gharar sehingga wajib untuk dihindari.

SESI TANYA­JAWAB
1. Irfan
a. Ketika mengenal muamalah sering kita tidak amanah, bagaimana syarat mitra bisa
amanah?
Jawab: Dalam transaksi, ada kajian mengenai hukum, batasannya ialah halal
haram. Ada juga masalah kode etik. Ada orang paham aturan, namun semangat
kepatuhan lemah. Islam menuntut kita menjadi pengusaha bebas masalah.
b. Bisnis online syar’i itu seperti apa?
Jawab: Bisnis online tidak jauh beda dengan bisnis of line. Ciri khas dari bisnis
online adalah tidak terjadi pertemuan penjual dan pembeli, sehingga penyerahan
barang tidak dapat dilaksanakan secara tunai sehingga status barang menjadi
terhutang. Barang sebagai Muawadh, yang diserahkan secara terutang tidak boleh
dibayar dengan cara berhutang. Bila hal ini dilakukan maka terjadi transaksi Kali
bil Kali yang dilarang syariat. Selain mekanisme pembayaran, harus terdapat
kejelasan dalam unsur transaksi, seperti kejelasan kuantitas dan kualitas barang,
cara pembayaran dan penyerahan, dan unsur­unsur lain sehingga bebas dari unsur
gharar.
c. Secara umum di Indonesia, kita punya latar belakang cara berbisnis salah. Orang
ingin dilihat latar belakang dan sekarang baik. Apakah ada pembinaan untuk
orang macam ini?
Jawab: Tidak mengetahui apakah ada forum yang menangani orang yang
bermental buruk, namun terdapat forum pengusaha jual beli muslim, misalnya
komunitas pengusaha muslim Indonesia (KPMI).
2. Firda
a. Apa ada batasan seberapa besar keuntungan yang bisa diambil?
Jawab: Bebas, namun bila terlalu tinggi (jauh melebihi harga pasar) tentu
berakibat penurunan permintaan.Meskipun menurut madzab Maliki maksimal
keuntungan dibatasi sebesar 30%, tetapi secara khusus tidak ada dalil yang
membatasi.
3. Arifa
a. Sistem Pre Order dibolehkan atau tidak?
Jawab: PO diperbolehkan karena sifatnya janji, bukan akad, sehingga ketika
pembeli memutuskan tidak jadi membeli, maka pembeli tidak boleh dipaksa
untuk membeli.
b. Sistem give away, boleh atau tidak?
Jawab: Jika sifatnya seperti diskon, diperbolehkan.

Scroll to Top