Keperluan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan dan dalam penyimpanan kekayaan, pada masa kini, memerlukan jasa perbankan. Dan salah satu produk perbankan di bidang penghimpunan dana dari masyarakat adalah tabungan, yaitu simpanan dana yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Namun, kegiatan tabungan tidak semuanya dapat dibenarkan oleh hukum Islam (syari’ah). Mengapa demikian? Terdapat beberapa pertimbangan dalam penentuan apakah produk dalam perbankan ataupun transaksi dalam perdagangan bisa dibenarkan dalam syariah Islam atau tidak. Menurut para ulama, dalam kenyataannya, banyak orang yang mempunyai harta namun tidak mempunyai kepandaian dalam usaha memproduktifkannya. Sementara itu, tidak sedikit pula orang yang tidak memiliki harta namun ia mempunyai kemampuan dalam memproduktifkannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya kerjasama di antara kedua pihak tersebut (dalam hal ini pihak bank dengan pihak nasabah). Pernyataan tersebut semakin diperkuat dengan firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 29 yang menjelaskan tentang larangan untuk mengambil harta sesama dengan cara bathil dan memerintahkan untuk berniaga atas dasar sukarela Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” [287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan. Tabungan ada dua jenis:
- Tabungan yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu tabungan yang berdasarkan perhitungan bunga.
- Tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Mudharabah:
- Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
- Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
- Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
- Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
- Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
- Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Wadi’ah:
- Bersifat simpanan.
- Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasar-kan kesepakatan.
- Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
oleh: Novieka Kurniawan S. & Azam Akbar H.
Sumber : Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 02/DSN-MUI/IV/2000